“Menilik kritis Gerakan Pikiran” : antara kenyataan dan Vandalisme.

oleh -

OPINI – Jangan hidup hanya berdasarkan apa kata orang. “Sebagai Parlemen Jalanan kita harus menjadi diri sendiri dan berani tampil berbeda melawan arus, bahkan ketika yang kamu lawan adalah kekuasaan dan kalangan terdekat penguasa”.

Produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah biasanya seringkali dinilai tidak pro rakyat dan melahirkan gelombang protes. Dalam berbagai pergejolakan, mahasiswa & Pemuda selalu partisipatif dalam mengontrol dan menjaga keseimbangan antar pemangku kepentingan.

Saat ini kondisinya, ada dugaan perang wacana tentang bagaimana kita mempersepsikan kenyataan.

Ada gerakan masif yang berisi tuntutan dan masukkan terhadap suatu keputusan, tapi di sisi lain ada juga dugaan vandalisme. Keduanya bisa merupakan kenyataan yang terjadi pada saat yang sama.

Namun entah bagaimana, pemberitaan atau konstruksi dominan dari kenyataan tersebut “hampir” selalu terkait dengan vandalisme. Nah, pergeseran persepsi masyarakat itu sangat terasa. Masyarakat yang awalnya percaya dan mengapresiasi, tiba-tiba berbalik 180 derajat karena melihat vandalisme akibat politik pemberitaan framing media.

Media merupakan peran kunci karena orang yang bukan merupakan saksi mata pasti merujuk pada pemberitaan media. Media berperan dalam membentuk persepsi dan mengonstruksi kenyataan sosial dan politik masyarakat karena medialah yang menyetir arah pemaknaan terhadap kenyataan.

Ada banyak hal yang dapat dijadikan fokus pembahasan saya saat ini, tapi mengapa yang dipilih hanya soal vandalisme? Jawabnya KENYAMANAN.

Nah Selain itu, diduga terdapat bias yang condong kepada kenyamanan, sehingga jika gerakan yg mereka buat dianggap terganggu kenyamanannya, para pemangku kebijakan dan OPD tersebut langsung didiskreditkan tanpa dilihat tujuannya. Contohnya seperti serangan Udara dan Darat ke RSUD Dumai serta ke OPD lainnya.

Hal itu memang memprihatinkan dan keliru, tapi kita harus mengingat bahwa ada situasi lain juga. Jadi, para pemangku kebijakan dan OPD harus sangat berhati-hati karena ditakutkan ada pemberitaan yang cenderung bias.

Inilah dinamakan “GHAZWUL FIKRI” (perang Pikiran) dalam islam. Yakni serangan pemikiran, budaya, mental dan konsep yang berterusan dan dilakukan secara sistematik, beraturan, terencana dan masif.

Walikota Dumai baru saja menyelesaikan program 100 Hari kerja.
Semoga kedepannya keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan sangat pro terhadap Rakyat. Ekonomi semakin meningkat, infrastruktur semakin membaik, dan pelayanan kepada masyarakat menjadi IDAMAN.(ANS)

Dumai, 14 Juni 2021
– Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (GEMPA) Kota Dumai