PENTINGNYA PENDAMPINGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT GAMBUT Demi Tercapainya Ekosistem Gambut Lestari Dan Masyarakat Sejahtera

oleh -

Ekosistem gambut merupakan salah satu ekosistem penting yang berperan dalam  pembangunan di sektor kehutanan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun  2014, gambut didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk secara alami dari  sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dan terakumulasi pada rawa.  Lahan gambut memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan  mahluk hidup lain yang berada di atas dan di sekitarnya.

Lahan gambut mulai gencar  dibicarakan orang sejak sepuluh tahun terakhir, ketika dunia mulai menyadari bahwa  sumberdaya alam ini tidak saja berfungsi sebagai pendukung kehidupan secara  langsung. berfungsi sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman  hayati, tempat budi daya, dan sumber energi tetapi juga memiliki peran yang lebih besar  lagi sebagai pengendali perubahan iklim global karena kemampuannya dalam menyerap  dan menyimpan cadangan karbon dunia.

Kawasan lahan gambut akan sulit dipulihkan kondisinya apabila mengalami  kerusakan. Adanya aktivitas manusia, kerusakan ekosistem gambut tersebut dapat  disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penebangan liar, pembukaan hutan,  pembakaran, pembangunan saluran air atau kanal, serta perubahan tipe tutupan hutan  menjadi tipe penggunaan lain, menyebabkan ekosistem gambut rusak dan terdegradasi.

Dengan demikian, untuk melestarikan fungsi ekosistem lahan gambut perlu dilakukan  pengelolaan secara bijaksana dengan memperhatikan keseimbangan ekologis bagi  kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Pengendalian kerusakan ekosistem gambut dapat dilakukan melalui pencegahan, penanggulangan dan pemulihan  kerusakan, telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014.

Oleh karena itu, tindakan restorasi (termasuk penggenangan kembali) dan  rehabilitasi menjadi prioritas utama dalam pengelolaan lahan gambut ke depan untuk  mengembalikan kondisi biofisik guna memulihkan peran dan fungsi ekosistem gambut. Upaya pemulihan ekosisten gambut rusak atau terdegradasi wajib dilakukan oleh  penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, seperti tertera dalam PP.71/2014, dengan  melakukan rehabilitasi atau restorasi ekosistem gambut.

Tanah gambut memang memiliki karakter cepat kering dan mudah terbakar pada  saat musim kemarau. Tapi hal itu dapat diantisipasi dengan pembangunan sistem  drainase yang baik. Caranya dengan membuat sistem kanal beserta parit-parit serta  pintu-pintu air yang berfungsi membuang kelebihan air ketika musim hujan dan  menahan air saat musim kemarau. Dengan begitu, air tanah akan terjaga, sehingga tidak  mudah terjadi kebakaran. Kuncinya adalah pengelolaan yang benar, disiplin, dan  berkesinambungan dalam menjaga agar gambut tetap lembab.

Selain itu, pemulihan lahan gambut juga dapat dilakukan melalui penerapan  paludikultur, yaitu salah satu alternatif teknik pemulihan ekosistem lahan gambut  terdegradasi dengan cara restorasi ekosistem dan pengelolaan lahan gambut secara  berkelanjutan. Secara prinsip, paludikultur menggunakan jenis-jenis tanaman (terutama  jenis-jenis lokal) yang beradaptasi dengan kondisi biofisik alami ekosistem gambut.  Diharapkan tanaman tersebut juga memiliki nilai ekonomis tinggi.
Upaya restorasi dan rehabilitasi gambut tidak terlepas dari pendekatan partisipatif, yaitu melibatkan masyarakat secara aktif dari perencanaan dan  implementasi kegiatan restorasi. Pelibatan masyarakat secara aktif diperlukan untuk  turut menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem gambut secara keseluruhan, dan di  sisi lain memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat tersebut.

Pemanfaatan lahan gambut oleh masyarakat umumnya berupa lahan pekarangan  yang ada di sekitar rumah, ladang atau sawah yang ditanami padi, serta kebun. Sebagian  besar masyarakat sekitar kawasan hutan hidup di sektor pertanian sehingga lahan  gambut merupakan faktor produksi utama yang diusahakan menjadi lahan pertanian dan  perkebunan sebagai sumber mata pencaharian.

Permasalahan yang paling sering terjadi  adalah pemanfaatan lahan gambut yang tidak sesuai dengan biofisik lahan, juga dikarenakan jenis tanaman yang ditanam pada lahan gambut tidak dapat tumbuh dengan baik jika akarnya tergenangi air yang bersifat asam, dan unsur haranya rendah.

Secara garis besar pendapatan masyarakat dapat dikelompokkan menjadi dua  kategori yaitu pendapatan berbasis lahan dan pendapatan tidak berbasis lahan.  Masyarakat umumnya mengandalkan kelapa sawit dan pinang sebagai komoditas yang  ditanam karena kemudahannya untuk tumbuh di lahan gambut walaupun hasil produksi  terus menurun.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, kelapa sawit kurang baik  pertumbuhannya kalau ditanam di lahan gambut dan penanaman kelapa sawit  seharusnya dialokasikan dan diarahkan pada lahan-lahan terdegradasi karena apabila  lahan gambut ditanami kelapa sawit secara besar-besaran akan berakibat pada emisi gas  rumah kaca, gambut akan menjadi kering dan mudah terbakar, yang akibatnya akan  merusak lingkungan.

Alih fungsi lahan gambut alami menjadi perkebunan besar memberikan dampak  negatif maupun positif bagi lingkungan. Salah satu diantaranya yaitu keanekaragaman  hayati dengan sendirinya akan menurun. Masyarakat yang tinggal dipedesaan yang pada  awalnya mengambil hasil hutan di sekitar tempat tinggalnya tidak dapat melakukan hal  tersebut setelah perkebunan beroperasi.

Mereka yang tinggal di Desa juga kehilangan  mata pencaharian dari ladang mereka yang mengalami pembebasan tanah, walaupun  terdapat ganti rugi bagi mereka.

Adapun dampak positif dengan dibukanya perkebunan kelapa sawit adalah  penyerapan tenaga kerja dan peningkatan aktivitas ekonomi. Kegiatan konstruksi dan  operasi perkebunan Perusahan setempat bisa menyerap tenaga kerja banyak orang  penduduk lokal untuk diperkerjakan di kebun, pabrik, dan sektor pendukung  kerumahtanggaan. Selain itu dengan meningkatnya jumlah pekerja, usaha warung  makanan minuman bisa berkembang dengan baik.

Dengan demikian peluang usaha baru  menjadi terbuka dan sangat menguntungkan.
Pemanfaatan lahan gambut untuk areal perkebunan memerlukan suatu perlakuan  khusus, yaitu berupa pengendalian tata air gambut dengan membangun jaringan  drainase yang kompleks.

Pembuatan saluran drainase tersebut perlu dilakukan dengan  perhitungan yang akurat dengan memperhitungkan ketebalan gambut, kondisi hidrologis  dan curah hujan. Pada prinsipnya pengelolaan bertujuan agar gambut tidak terlalu  kering pada musim kemarau maupun terlalu basah pada musim penghujan. Kelapa sawit  ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah gambut tipis sampai dengan sedang.

Kelapa  sawit dapat tumbuh dengan baik pada lahan gambut apabila diatur atau dikendalikan  muka air tanahnya, yaitu yang dekat dengan zona perakaran, kelembaban yang tersedia  pada tanah harus cukup ideal.

Banyak kontroversi mengenai pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dan  perkebunan. Setiap ekosistem secara ideal memang seharusnya dibiarkan alami seperti  adanya sehingga kekayaan keanekaragaman hayatinya terjaga. Namun demikian, untuk  Negara yang berpenduduk banyak, masti dipertimbangkan pula kepentingan ekonomi  untuk kesejahteraan rakyat, sehingga alih fungsi lahan alami terjadi. Apabila alih fungsi  lahan terjadi, seperti alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit, maka  upaya-upaya harus dilakukan agar dampak negatifnya sekecil mungkin, dan lingkungan  dikelola untuk mempertahankan keberlanjutannya.

Hal ini dapat kita amati bersama bahwa pengelolaan tata air merupakan hal yang paling penting dalam mengelola lahan  gambut karena tata air yang benar akan memperkecil subsidensi gambut. Pelajaran yang  dapat ditarik dari industri perkebunan besar untuk perkebunan rakyat adalah upaya dan  strategi pengelolaan tata air secara bersama-sama oleh sejumlah pemilik kebun sehingga  didapatkan skala pengelolaan tata air yang efektif terkoordinasi.

Pengelolaan gambut harus berjalan seiring dengan aset lingkungan, ekonomi dan  peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak boleh hanya penekananan pada satu aspek  saja,ketiganya harus berjalan seimbang, tujuannya tidak hanya menciptakan konservasi  dan restorasi tetapi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari sisi regulasi,  telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun2016 tentang Perlindungan  dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan berbagai peraturan pelaksanaannya ditambah  penegakan hukum juga diterapkan secara terukur dan teratur.

Kerusakan lahan gambut yang terjadi di Provinsi Riau ini, yang mengakibatkan  lahan gambut rentan terbakar dan terus berulang setiap tahun, mengakibatkan tata kelola  lahan gambut selama ini perlu dikaji ulang. Kerusakan lahan gambut dimaksud terjadi  akibat pemanfaatan lahan gambut yang tidak sesuai peruntukannya, seperti alih fungsi  lahan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, kegiatan pertanian, dan juga  permukiman terutama untuk areal transmigrasi.

Masyarakat yang tinggal di sekitar ekologi lahan basah mempunyai  ketergantungan yang sangat besar terhadap ekosistem setempat. Karena itulah  keberadaan mereka dapat berperan ganda: sebagai penjaga sekaligus perusak dari  ekosistem tersebut. Untuk itu perlu dibangun suatu pola pengelolaan ekosistem yang  melibatkan semua pihak, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara nyata, dan seterusnya keberadaan mereka diharapkan dapat menjaga ekosistem tersebut.

Tujuannya adalah agar masyarakat ikut memiliki kepentingan untuk menggunakan segala sumber daya yang tersedia secara bertanggung jawab dan berkesinambungan.

Dari permasalahan yang ada diatas merupakan salah satu alasan mengapa perlu adanya pendampingan dan pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat yang  tinggal di lahan gambut. Pendampingan ini sangat diperlukan di tengah-tengah masyarakat desa gambut karena memang kurangnya informasi-informasi yang dapat  mereka akses terutama pedesaan yang berada jauh dari perkotaan. Umumnya mereka  juga minim pengetahuan dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada di desa  mereka, sehingga pendampingan atau pemberdayaan ini sangat mereka butuhkan.

Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses membangun  manusia atau sekelompok orang dengan cara pengembangan kemampuan masyarakat,  perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Sehingga manfaat  dari pendampingan ini nantinya bisa dirasakan oleh masyarakat secara langsung baik  perekonomian maupun perilaku masyarakat dan yang lebih penting adalah keberadaan ekosistem gambut yang lestari. Dewasa ini, manfaat dari pemberdayaan dan peranannya  semakin dirasakan oleh masyarakat desa.

Hal ini bisa dilihat dari sejumlah program  pendampingan yang ada di masyarakat saat ini, sinkronisasi di dalamnya dinilai paling  efektif dalam upaya pembangunan sumberdaya manusia.

Fungsi dari pendampingan adalah mendampingi masyarakat desa dalam  menciptakan kegiatan kreatif di desa dan juga membuat regulasi atau kebijakan tentang  pelaksanaan pemerintahan desa sesuai dengan aturan yang berlaku. Terutama regulasi  yang mendukung terciptakan suatu peraturan yang mengatur tentang pengelolaan  ekosistem gambut yang lestari dan berkelanjutan pada khususnya atau regulasi  mendukung kelestarian lingkungan pada umumnya.

Harapannya nanti desa bisa menjadi  desa yang maju dan sejahtera serta masyarakatnya mempunyai inisiatif sendiri dalam  menjaga lingkungan mereka tanpa harus berharap dan menunggu kinerja Kepala Desa  dan perangkatnya. Disinilah peran dari masyarakat sangat diperlukan dalam upaya  untuk memajukan desa mereka. Dan akhirnya, melalui pendampingan ini juga bisa  dijadikan wadah masyarakat dalam berkreasi menciptakan kegiatan ataupun kegiatan  yang sudah ada untuk memajukan desa mereka. Dan yang terpenting semua lapisan  masyarakat desa ikut berpartisipasi dalam pengembangan potensi dan kemampun desa,  dan akhirnya terbentuk kelompok-kelompok masyarakat yang fokus dan peduli terhadap pengembangan desa sehingga program bisa terarah dengan baik.

Penulis : Fitra Hadi Khaz