WARGA GLOBAL : Menjelajahi Dunia Tanpa Menghilangkan Identitas Lokal

oleh -
Ket : Foto Kamero Bangun, Aktivis Kemanusiaan

DUMAI, 15 November 2019

Tema : Saya Warga Global, Anda?
Penulis : Kamero Bangun

Infowarta.com – Kewarganegaraan global atau kewarganegaraan dunia dalam makna luas mengacu pada seseorang yang mengutamakan identitas “masyarakat global” di atas identitasnya sebagai warga negara. Menurut konsep ini, identitas seseorang sudah melintasi batas geografi atau politik dan manusia di planet Bumi saling bergantung dengan satu sama lain; umat manusia merupakan satu kesatuan. Istilah ini digunakan di bidang pendidikan dan filsafat politik dan dikenal di gerakan-gerakan sosial seperti gerakan warga dunia dan mundialisasi. (Wilkepedia)

Istilah “kewarganegaraan” merujuk pada identitas antara seseorang dan kota, negara, atau bangsa dan haknya untuk bekerja, menetap, dan berpartisipasi secara politik di wilayah tertentu. Bila ditambah kata “global”, istilah tersebut mendefinisikan seseorang yang mengutamakan identitas “masyarakat global” di atas identitasnya sebagai warga negara. Identitas seseorang sudah melintasi batas geografi atau politik dan tanggung jawab beserta haknya merupakan bukti keanggotaannya dalam “umat manusia”. Ini bukan berarti orang tersebut menolak atau mencabut kebangsaannya atau identitas lokalnya. Identitas global merupakan “tempat kedua” dalam keanggotaannya di komunitas global. Konsep ini juga memunculkan persoalan seputar masyarakat global pada zaman globalisasi

Secara umum, istilah ini memiliki makna yang kurang lebih sama seperti “warga dunia” atau “kosmopolitan”, tetapi “kewarganegaraan global” memiliki makna khusus dalam konteks yang berbeda. (Wilkepedia)

Mencermati perkembangan dunia dan khususnya Dumai yang dalam waktu tidak terlalu lama akan membuka jalur pelayaran RoRo Dumai – Malaka, menuntut kesiapan SDM, system dan infrastruktur; untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari terbukanya batas antar negara.

Belajar dari pameo urang awak “Piaman Laweh” , praktek wilayah tanpa batas sudah lama dilaksanakan oleh mereka dari ranah Minang. Sebelum istilah globalisasi digembargemborkan urang awak sudah laksanakan. Benar slogan Semen Padang “Kami telah berbuat sebelum orang lain memikirkannya. Satu fakta hampir di seluruh pelosok negeri bahkan sampai ke luar negeri ada urang awak”.

Bisa berkiprah di daerah atau negara orang memerlukan kesiapan mental, disiplin, kompetensi,karakter, kemampuan beradaptasi dan keinginan untuk tetap belajar. Steve Jobs, salah seorang tokoh bisnis, penemu dan bekas CEO Apple membuat sebuah kutipan “stay hungry,stay foolish”, secara harafiah berarti tetap lapar, tetap bodoh, makna dibalik kutipan kita harus tetap semangat untuk belajar seperti orang lapar yang mencari makanan, orang haus akan minuman dan kita harus pada posisi bodoh berarti masih banyak yang perlu ditingkatkan; tidak merasa pintar sehingga tidak mau belajar lagi.

Dengan demikian sudah saatnya kita di Dumai kita tidak mengedepankan kelokalan (tempatan) kita karena hari ini semua batas negara sudah terbuka, walau kita dari dusun sekali pun kita mempunyai kesempatan untuk berkarya/bekerja di mana saja sejauh kita mempunyai kompetensi. Yang perlu dipacu adalah semangat belajar, belajar dan belajar dalam rangka mencapai kompetensi yang berkarakter.

Satu yang pasti kalau kita tidak membangun kapasitas dan tetap nyaman dengan keberadaan saat ini maka kita akan tertinggal, pepatah lama akan jadi kenyataan “tikus mati di lumbung padi”. Untuk itu perlu dilandasi dengan kemampuan mempunyai visi ke depan berorientasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pencapaian hasil.

Dumai saat ini dihadapkan ada pada masa transisi dari budaya tani/nelayan masuk ke budaya industri, komersil berbasis digital.Dalam masa transisi ini perlu semangat,kerja keras,tokoh yang mempunyai visi membangun Dumai ke depan.

Selamat bekerja dan menyongsong pemimpin, tokoh Dumai masa depan mudah mudahan Dumai bisa bercermin ke Dubai dengan modernisasi yang luar biasa.(iwc)